Kamis, 29 Agustus 2013

KESEPAKATAN GENJATAN SENJATA ANTARA JI MESIR DENGAN PEMERINTAH



 
 
Kondisi semacam ini menjadi sebuah keniscayaan, paska hilangnya gerakan para dai untuk mengembalikan keseimbangan nilai dan akhlak dalam hati nurani sebuah bangsa. Agar topan tidak menggulung kita. Para pemimpin Jamaah Islamiyah yang sadar sejarah menyadari bahwa jihad di jalan Allah kemudian hanya menjadi gudang fitnah: entah itu sebagai gudang yang memunculkan masalah-masalah, sebagai sesuatu yang menghalangi ibadah manusia dengan Tuhannya, menjadi penghalang dari gerakan dakwah, atau menjadi hantu para pemuda untuk berdakwah. Semua sudah melenceng dari tujuan asal. Jika sebuah peperangan hanya menjadi lahan pertumpahan darah, ladang dengki, perusak kesatuan umat, melemahkan kekuatan mereka di hadapan musuh yang sebenarnya, menjadi penghalang gerakan dakwah dan mengantarkan para pelakunya ke penjara dan tahanan, maka peperangan semacam ini jelas dilarang. Tidak diperkenankan.
Jamaah Islamiyah menyadari bahwa perang hanyalah sebuah media (wasilah) dan tujuannya adalah memberikan petunjuk kepada manusia. Jika sebuah media bertentangan dengan tujuannya, dan tujuan itu tidak bisa dicapai dengan cara perang sebagai medianya, maka perang itu menjadi hal terlarang dalam pandangan syariat. Bahkan diharamkan. Jadi, mencegah dan melarang peperangan menjadi sebuah kewajiban, karena perang semacam ini tidak akan mengantarkan kita kepada sebuah tujuan. Perang semacam ini juga tidak dapat memuliakan apa yang diperintahkan Allah. Lebih parah lagi, ia justru mendatangkan keburukan-keburukan, bukan melahirkan kemaslahatan, baik dalam ranah agama maupun dunia. Ada sebuah kaidah fikih yang mengatakan bahwa “setiap hal yang menghalangi realisasi tujuan adalah batil”. Apalagi jika ia membalikkan sebuah tujuan.

Rabu, 28 Agustus 2013

Antara Perspektif Syariat dan Kebutuhan Realistis



Pertaubatan massal Jamaah Islamiyah di Mesir dan upaya menelaah kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi pada masa lalu adalah langkah yang sempurna untuk merekonstruksi perjalanan Jamaah Islamiyah pada masa lalu, yakni sejak berdirinya pada tahun 1976 M hingga sekarang. Hal itu dilakukan untuk menemukan hal-hal baik dalam Jamaah Islamiyah dan mengembangkannya. Dan, segala puji Allah, ternyata hal itu banyak sekali ditemukan. Selain itu, langkah ini juga dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang buruk, untuk mencari solusi dan jalan keluar. Kita tahu, Jamaah Islamiyah memiliki akar sejarah yang bersentuhan dengan realitas, bersandar pada perkataan ulama salaf: “Allah menyayangi orang yang mengenal masanya, sehingga jalannya menjadi lurus.”
Di samping itu, Jamaah Islamiyah menyadari bahwa aktualisasi hukum-hukum syariat dalam realitas manusia selalu berkaitan dengan upaya mendatangkan kemaslahatan dan menghindari keburukan, menyelaraskan dan menyeimbangkan keduanya saat bertentangan. Kewajiban ini harus dilihat dari bagaimana hukum-hukum syariat itu bersentuhan langsung dengan realitas: jika mendatangkan kebaikan biarkanlah ia berlaku, jika tidak demikian hentikanlah. Sikap ini berdasar pada firman Allah, “Dan janganlah kamu mencela orang-orang yang mengajak kepada selain Allah, sehingga mereka akan menghina Allah dengan semena-mena, tanpa pengetahuan.”  Menghindari orang lain menghina Allah jelas lebih berharga daripada hinaan kita kepada tuhan orang-orang musyrik itu.
Kesepakatan untuk melakukan genjatan senjata dan perjanjian untuk tidak melakukan hal-hal yang mengarah pada peperangan di Mesir adalah respon positif terhadap pandangan komprehensif atas realitas, sebuah visi yang mengedepankan masa depan, dan upaya menghadapi tantangan-tantangan beragam di dunia. Salah satu bahaya itu adalah upaya sebagian orang untuk menancapkan nilai-nilai peradaban Barat di atas nilai-nilai keislaman kita, seperti halnya bahaya yang mengancam dari permianan politik dekonstruktif atas fenomena-fenomena Islam, baik sebagai sebuah bangsa dan negara. 
Kaum zionis berusaha untuk menguasai negara kawasan (Arab) dan melakukan propaganda kepada dunia untuk menentang kebangkitan Islam. Serupa dengan hal itu, apa yang dilakukan oleh orang-orang Koptik diaspora yang mengupayakan adanya tekanan internasional terhadap Mesir, hanya untuk mencapai tujuan dan ambisi mereka. Kaum Koptik menggunakan upaya-upaya legal dengan merekayasa bahwa ada tekanan keagamaan dari Jamaah Islamiyah terhadap mereka. Bahkan, pemerintah pun bergandengan tangan dengan mereka menghadapi Jamaah Islamiyah, karena kepentingan kekuasaan. Hal itu didukung oleh munculnya penyakit sosial berbahaya yang menyerang kesatuan bangsa, semisal permisivisme, maraknya minuman keras, seks bebas, hadirnya para pemuja setan, dan sebagainya. Penyakit semacam ini belum pernah terjadi di masyarakat kita. Lalu, lahirlah keputusan untuk melakukan  genjatan senjata di dalam dan di luar Mesir sebagai respon positif terhadap tantangan-tantangan di atas dengan argumentasi bahwa gerakan-gerakan militer hanya akan menambah subur dan memperkuat nilai-nilai Barat di atas nilai-nilai Islam. Peperangan menjadi pintu gerbang untuk membentuk lingkungan yang mengisolasi dan mengepung dakwah Islam, dengan alasan memerangi terorisme dan langkah antisipatif.