Pertaubatan massal Jamaah Islamiyah di Mesir dan upaya menelaah
kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi pada masa lalu adalah langkah yang
sempurna untuk merekonstruksi perjalanan Jamaah Islamiyah pada masa lalu, yakni
sejak berdirinya pada tahun 1976 M hingga sekarang. Hal itu dilakukan untuk
menemukan hal-hal baik dalam Jamaah Islamiyah dan mengembangkannya. Dan, segala
puji Allah, ternyata hal itu banyak sekali ditemukan. Selain itu, langkah ini
juga dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang buruk, untuk mencari solusi dan jalan
keluar. Kita tahu, Jamaah Islamiyah memiliki akar sejarah yang bersentuhan
dengan realitas, bersandar pada perkataan ulama salaf: “Allah menyayangi orang
yang mengenal masanya, sehingga jalannya menjadi lurus.”
Di samping itu, Jamaah Islamiyah menyadari bahwa aktualisasi
hukum-hukum syariat dalam realitas manusia selalu berkaitan dengan upaya mendatangkan
kemaslahatan dan menghindari keburukan, menyelaraskan dan menyeimbangkan
keduanya saat bertentangan. Kewajiban ini harus dilihat dari bagaimana
hukum-hukum syariat itu bersentuhan langsung dengan realitas: jika mendatangkan
kebaikan biarkanlah ia berlaku, jika tidak demikian hentikanlah. Sikap ini
berdasar pada firman Allah, “Dan
janganlah kamu mencela orang-orang yang mengajak kepada selain Allah, sehingga
mereka akan menghina Allah dengan semena-mena, tanpa pengetahuan.” Menghindari orang lain menghina Allah jelas
lebih berharga daripada hinaan kita kepada tuhan orang-orang musyrik itu.
Kesepakatan untuk melakukan genjatan senjata dan perjanjian
untuk tidak melakukan hal-hal yang mengarah pada peperangan di Mesir adalah
respon positif terhadap pandangan komprehensif atas realitas, sebuah visi yang
mengedepankan masa depan, dan upaya menghadapi tantangan-tantangan beragam di
dunia. Salah satu bahaya itu adalah upaya sebagian orang untuk menancapkan
nilai-nilai peradaban Barat di atas nilai-nilai keislaman kita, seperti halnya
bahaya yang mengancam dari permianan politik dekonstruktif atas fenomena-fenomena
Islam, baik sebagai sebuah bangsa dan negara.
Kaum zionis berusaha untuk menguasai negara kawasan (Arab) dan
melakukan propaganda kepada dunia untuk menentang kebangkitan Islam. Serupa
dengan hal itu, apa yang dilakukan oleh orang-orang Koptik diaspora yang
mengupayakan adanya tekanan internasional terhadap Mesir, hanya untuk mencapai
tujuan dan ambisi mereka. Kaum Koptik menggunakan upaya-upaya legal dengan merekayasa
bahwa ada tekanan keagamaan dari Jamaah Islamiyah terhadap mereka. Bahkan,
pemerintah pun bergandengan tangan dengan mereka menghadapi Jamaah Islamiyah,
karena kepentingan kekuasaan. Hal itu didukung oleh munculnya penyakit sosial berbahaya
yang menyerang kesatuan bangsa, semisal permisivisme, maraknya minuman keras, seks
bebas, hadirnya para pemuja setan, dan sebagainya. Penyakit semacam ini belum
pernah terjadi di masyarakat kita. Lalu, lahirlah keputusan untuk
melakukan genjatan senjata di dalam dan
di luar Mesir sebagai respon positif terhadap tantangan-tantangan di atas
dengan argumentasi bahwa gerakan-gerakan militer hanya akan menambah subur dan
memperkuat nilai-nilai Barat di atas nilai-nilai Islam. Peperangan menjadi
pintu gerbang untuk membentuk lingkungan yang mengisolasi dan mengepung dakwah
Islam, dengan alasan memerangi terorisme dan langkah antisipatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar