Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa sejarah hanya
memuat peristiwa penindasan terencana yang lakukan oleh orang-orang Islam
terhadap ahli kitab dalam beberapa fase sejarah tersebut, meski sebagian
peristiwa itu dicatat hanya berbentuk pengaduan yang dialami orang-orang ahli
kitab oleh sebagian kaum muslim, sebagaimana catatan pengaduan-pengaduan
lainnya yang terjadi antara kaum muslim dengan sesama muslim atau dari ahli
kitab dengan penganut agama lain atau dari ahli kitab terhadap umat Islam.
Sebaliknya, lembaran sejarah jadi buram ketika harus
menyebutkan pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan pihak lain terhadap ahli
kitab, yang berbeda madzhab, ras atau negara, sebagaimana tidak mencatat juga
berbagai pembantaian yang dilakukan ahli kitab terhadap umat Islam. Sebab utama
di balik tidak menyebutkannya ahli kitab terhadap penindasan terencana yang
dilakukan umat Islam adalah, bahwa Islam berdasarkan sumber ajarannya yang
abadi (Al-Quran dan Hadis) sangat melarang pengikutnya berbuat zalim, bahkan
sebaliknya, menyuruh mereka berbuat baik.
Allah
berfirman: wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang
benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika dia kaya atau
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, maka janganlah kalian mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian
memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan (Qs. An-Nisa’: 135).
Allah juga berfirman: wahai orang-orang yang
beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran
karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah kebencian kalian
terhadap suatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (Qs. Al-Maidah:
8).
Dalam surat yang sama Allah juga berfirman: hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syi’ar-syi’ar Allah dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu
binatang-binatang hadyu (binatang yang disembelih di tanah haram untuk
mendekatkan diri kepada Allah), juga binatang-binatang yang sudah dikalungi
sebagai hadyu, jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Apabila kalian telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah kebencian
kalian kepada suatu kaum karena mereka menghalan-halangi kalian dari masjidil
haram, mendorong kalian berbuat aniaya terhadap mereka. Tolong-menolonglah
kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, janganlah tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya (Qs. Al-Maidah: 2).
Dalam Hadis Qudsi Allah berfirman: wahai hamba-Ku,
Aku mengharamkan berbuat zalim kepada-Ku dan Aku menjadikan itu juga haram
terjadi diantara kalian, maka janganlah berbuat zalim.
Dalam Hadis yang valid disebutkan: takutlah kalian
semua untuk berbuat zhallim.
Banyak sekali ayat dan Hadis yang menjelaskan tentang
hal itu, dan kami kira apa yang telah kami sebutkan sudah cukup. Dari dalil
tersebut sudah sangat jelas bahwa perintah berbuat adil dan larangan berbuat zalim
atau aniaya tidak terbatas dalam interaksi antar sesama muslim, tapi itu
bersifat umum dalam interaksi umat Islam terhadap siapa saja, baik dia muslim,
dia ahli kitab atau orang lain yang masih musyrik. Islam tidak datang hanya
untuk melarang berbuat zalim antar sesama muslim saja, tapi datang untuk
melarang berbuat zalim secara umum, mutlak dan universal, sebagaimana menyuruh
berbuat adil secara umum, mutlak dan universal juga, maka Islam melarang
berbuat zalim sedikit maupun banyak baik terhadap hak-hak orang Islam atau
hak-hak orang kafir, sebagaimana menyuruh berbuat adil kepada setiap orang
dalam segala hal, baik dalam masalah yang kecil atau besar.
Allah berfirman: Dan janganlah kebencian kalian
kepada suatu kaum karena mereka menghalan-halangi kalian dari masjidil haram,
mendorong kalian berbuat aniaya terhadap mereka. Tolong-menolonglah kalian
dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, janganlah tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya (Qs. Al-Maidah: 2).
Ini merupakan bagian dari kesempurnaan Islam dan
merupakan kebanggaan umat kita yang sangat besar, dalam masalah ini kita tidak
seperti orang-orang Yahudi yang menganjurkan berbuat adil antar sesama dan
melarang berbuat zalim antar sesama juga, tapi membolehkan hal itu terhadap
umat yang lain. Allah berfirman: diantara ahli kitab ada orang yang jika
kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kamu;
dan diantara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu menagihnya. Yang
demkian itu karena mereka mengatakan: tidak ada dosa bagi kami terhadap
orang-orang ummi (orang-orang Arab). Mereka berkata dusta kepada Allah, padahal
mereka mengetahui (Qs. Ali Imran: 75).
Diantara kekufuran dan pembangkangan orang-orang
Yahudi adalah ketika mereka mengatakan bahwa perbuatan zalim tersebut merupakan
perintah Allah, ini kebohongan belaka, karena Allah tidak pernah menyuruh
seseorang berbuat zalim dan tidak ridha dengan hal itu, tapi mereka malah
seperti orang yang melakukan perbuatan keji kemudian mengatakan, sesungguhnya
Allah memerintahkan hal itu, Allah berfirman: dan apabila mereka melakukan
perbuatan keji, mereka berkata: Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan
yang demikian itu dan Allah menyuruh kami mengerjakannya; katakanlah
sesungguhnya Allah tidak menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji, mengapa kamu
mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (Qs. Al-A’raf: 28).
Orang-orang Yahudi menjadi saksi keadilan kita umat
Islam, mereka pernah mengatakan kepada bawahan Rasulullah Saw yang dikirim ke
Khaibar setelah ada perjanjian damai dengan Rasulullah Saw sesudah mereka
mengeluarkan upeti atas tanah mereka, mereka berkata di saat melihat bawahan
Rasulullah menaksir buah-buahan mereka, mereka berkata: ini sungguh benar,
dengan ini langit dan bumi akan tegak.
Dengan kebajikan seperti ini kita disuruh berinteraksi
dengan semua manusia, kita dilarang oleh agama kita berbuat zalim terhadap ahli
kitab atau memaksa hak mereka karena kekufurannya, memang kadang ada opini
keliru dari sebagian kaum muslim yang tidak tahu fikih yang bisa menjaga mereka
dari kesalahan, sehingga mereka memahami firman Allah Swt: hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Kristen sebagai
pemimpin kalian, sebagian dari mereka adalah pemimpin dari sebagian yang lain,
barang siapa diantara kalian yang mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Qs. Al-Maidah: 51).
Dan ayat-ayat lain yang sama yang melarang menjadikan
mereka sebagai pemimpin diartikan boleh menganiaya mereka, ini sama sekali
tidak benar.
Allah berfirman: Allah tidak melarang kalian untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian
karena agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Qs. Al-Mumtahanah: 8).
Al-Allâmah Ibnul Qayyim mengatakan: ketika di awal
surat Allah melarang umat Islam menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin
dan tidak memutuskan tali kasih sayang antara mereka, sebagian orang mengira
bahwa berbuat baik dan bermurah hati kepada mereka termasuk memberikan
kekuasaan dan kasih sayang terhadap mereka, lantas Allah menjelaskan bahwa hal
itu tidak termasuk memberikan kekuasaan yang terlarang dan Allah tidak melarang
hal itu. Bahkan itu termasuk kebaikan dan kemurahan hati yang disukai dan
diridhai oleh Allah serta mewajibkan hal itu atas segala sesuatu, yang dilarang
adalah memberikan kekuasaan kepada orang kafir dan lebbih menyayangi mereka. Kemudian
Ibnul Qayyim mengatakan: ayat ini sangat jelas sekali menganjurkan berbuat baik
dan berbuat adil kepada orang-orang kafir yang bersikap damai terhadap orang
Islam dan tidak mengganggu mereka.
Berbuat adil dan berbuat baik kepada mereka merupakan
perbuatan yang terpuji secara syariat, selama mereka tidak memerangi kita atau
tidak membantu pihak yang memerangi kita, ini jika mereka masih tetap dalam
kekufuran. Yang dilarang adalah menjadikan mereka sebagai pemimpin dan menolong
mereka, maka yang seperti ini tidak boleh diberikan kepada orang non muslim,
sedangkan berbuat adil dan berbuat baik bersifat umum bagi setiap anak Adam,
bahkan bagi setiap makhluk, sebagaimana sabda Nabi Saw: sesungguhnya Allah memerintahkan
untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu, jika kalian mau membunuh, maka
bunuhlah dengan baik, jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik,
tajamkan mata pisau kalian, maka sembelihan kalian akan tenang.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim menyebutkan Hadis dari
Anas Ra: Rasulullah melarang menahan binatang terlebih dahulu sebelum dibunuh.
Salah seorang ahli fikih memberi fatwa bahwa orang yang memiliki kendaraan
berupa binatang tidak boleh membebani kendaraannya tersebut melebihi
kemampuannya.
Jika ajaran dan anjuran Islam terhadap umat seperti
ini, apakah layak ada yang mengakatan bahwa Islam datang untuk menindas ahli
kitab? Bahkan syariat yang mulia melarang berdebat dengan mereka. Hanya
berdebat saja tidak boleh kecuali dengan cara yang paling baik. Allah
berfirman: dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan
cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim diantara mereka
(Qs. Al-Ankabût: 46).
Tidak hanya menganjurkan berdebat dengan cara yang
baik, tapi dengan cara yang paling baik. Kata ahsan (yang paling baik) secara bahasa adalah af’al tafdhil (kata kerja menunjukkan arti lebih) yang berarti:
dengan cara yang terbaik dalam berkomentar dan berdebat.
Ini dalam berdebat dalam masalah agama dan keyakinan
dan mereka dalam kekufuran dan posisi menentang, tidak ada yang dikecualikan
dalam hal berdebat dengan cara yang terbaik kecuali orang yang berbuat zalim
dan sengaja menentang kita. Bahkan golongan yang seperti ini pun dan yang sama dengan
mereka, kita tidak boleh memusuhi mereka sampai melampaui batas dalam menghukum
mereka. Allah sampai berfirman: dan balasan atas kejahatan adalah kejahatan
yang sepadan (Qs. Asy-Syura: 40). Allah malah menganjurkan untuk memberi
maaf dan berbuat toleran, Dia berfirman: dan orang yang memberi maaf dan
berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang zalim. (Qs. Asy-Syura: 40).
Meski kita mau menghukum, kita tidak boleh menghukum
orang yang tidak berbuat zalim, maka kita tidak boleh menghukum seorang ahli
kitab atas perbuatan zalim yang dilakukan ahli kitab yang lain, berdasarkan
firman Allah Swt.: dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain (Qs. Al-An’am: 164).
Jika syariat agamanya seperti ini dan anjurannya mulia
seperti itu, bagaimana sampai ada tuduhan bahwa agama ini telah menindas ahli
kitab dan umat yang lain? Maha Suci Engkau (ya Allah), ini merupakan dusta
yang sangat besar (Qs. An-Nur: 16).
Para intelektual secara umum, baik dari kalangan
muslim maupun non-muslim memastikan bahwa ajaran agama ini (Islam) dan
hukum-hukumnya sama sekali tidak ada anjuran untuk menindas ahli kitab. Seandainya
apa yang mereka katakan itu benar, niscaya tidak akan ada seorang pun dari ahli
kitab yang tersisa di daerah muslim. Sudah dimaklumi bahwa sejak zaman Nabi
sampai akhir-akhir ini, umat Islam tetap terhormat, tetap jaya dengan bantuan
umat dan kerajaan yang lain, dan agama ini sama sekali tidak takut terhadap
umat manapun juga, bahkan justeru raja-raja Romawi dan raja-raja lainnya yang
gemetaran takut terhadap umat Islam, dimaklumi pula bahwa umat inilah yang
paling kuat memegang syariat, hukum dan ajaran agamanya, mereka biasa
mengarungi kesulitan dan tetap patuh pada pemimpinnya, mereka menyerahkan jiwa
dan semua yang berharga demi mengikuti hukum-hukum Allah.
Andai saja diantara ajaran syariatnya ada anjuran
untuk menindas ahli kitab, maka sebenarnya tidak ada halangan sama sekali untuk
menghancurkan mereka sehancur-hancurnya sampai tidak bisa bangkit kembali,
paling tidak di daerah yang sudah dikuasai orang Islam, yang waktu itu telah
menguasai daerah mulai tembok Cina di bagian timur sampai ke pesisir samudera
Anlantik di barat, daerah-daerah pertengahan Eropa tepatnya Andalusia dan Turki
di Utara dan daerah-daerah pertengahan Afrika di selatan, ketika itu tidak ada
yang menghalangi sama sekali jika mereka mau membantai mereka semua,
lebih-lebih mereka hanya rakyat biasa dan pihak yang meminta jaminan keamanan
yang tidak memiliki daya dan kekuatan diantara samudera umat muslim yang
memiliki kekuatan tak tertandingi. Tidak, demi Allah tidak ada yang bisa
mencegah mereka kecuali Al-Quran dan Sunnah Nabi, perintah keduanya untuk
berbuat adil dan berbuat baik, dan larangan keduanya yang melarang berbuat zalim
dan semena-mena, tidak seperti yang dikatakan para pembohong bahwa keduanya (Al-Quran
dan Sunnah) menganjurkan yang sebaliknya. Jika ada orang yang mengatakan itu,
maka kami tantang dia untuk menunjukkan satu huruf saja dalam Al-Quran atau Hadis
Rasulullah Saw yang membolehkan menzalimi orang ahli kitab atau penganut agama
lainnya, dalam syariat kita tidak ada rahasia-rahasia yang disembunyikan, inilah
Al-Quran kita yang dibaca pagi dan sore dan ini Sunnah Nabi kita yang selalu
dihafal dan diketahui, kita menunggu mereka sampai kapanpun mereka mau, untuk
mencari satu huruf saja yang melandasi tuduhan mereka, kita menantang mereka
untuk menemukan hal itu. Maka jika kalian tidak bisa membuatnya dan pasti
kalian tidak dapat membuatnya, maka peliharalah diri kalian dari neraka yang
bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (Qs.
Al-Baqarah: 24).