Rabu, 31 Juli 2013

Memakan binatang sembelihan mereka



Allah berfirman: makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal pula bagi mereka (Qs. Al-Maidah: 5). Para ulama klasik tidak ada yang berbeda pendapat bahwa yang dimaksud adalah sembelihan mereka. Imam Bukhari mengatakan: Ibnu Abbas berkata: makanan mereka maksudnya adalah sembelihan mereka. Begitu pula Ibnu Mas’ud, Mujahid, Qatadah, Imam Hasan dan ulama-ulama lainnya.. Ibnul Mundzir mengatakan: setiap ahli ilmu (cendekiawan) yang menguasai Hadis sepakat atas pendapat ini.. hanya orang-orang Syi’ah saja yang mengharamkan sembelihan mereka. Ahmad bin Al-Hasan At-Turmudzi berkata: saya bertanya kepada Abu Abdullah tentang sembelihan ahli kitab, dan beliau menjawab: tidak apa-apa, saya bertanya lagi: atas landasan apa Anda berpendapat demikian? Beliau menjawab: Hadis Abdullah bin Mughaffal.
            Hadis Bukhari dari Abdullah bin Mughaffal menyebutkan: ketika kami sedang mengepung Khaibar ada orang yang melemparkan tas ransel (kantong) yang berisi lemak, kemudian saya turun untuk mengambilnya, saya menoleh ternyata ada Nabi Saw.
            Hambal berkata: saya mendengar Abu Abdullah berkata: makanan (sembelihan) orang-orang Yahudi dan Kristen boleh dimakan dan hukum ini khusus bagi ahli kitab. Sedangkan sembelihan selain mereka, seperti orang-orang penyembah berhala dan orag-orang Majusi tidak boleh dimakan. Ini jika orang ahli kitab tersebut tidak menyebut selain nama Allah Swt, jika dia menyebut selain nama Allah menurut Imam Ahmad ada dua riwayat:
Pertama, haram hukumnya, ini menurut pendapat mayoritas ulama, para imam yang tiga, Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan yang lain, diriwayatkan pula dari Ali bin Abi Thalib, Abu Darda, Abu Umamah, Irbadh bin Sariyah dan Ubadah bin Shamid Ra.
Riwayat kedua menurut Ahmad: hukumnya tidak haram meski menyebut nama selain Allah, ini pendapat Atha’, Mujahid, Makhul, Al-Auza’i dan Laits. Sebab perbedaan pendapat adalah bahwa yang menyebut nama selain Allah termasuk dalam keumuman firman Allah Swt: babi dan semua sembelihan yang disembelih dengan nama selain Allah (Qs. Al-Baqarah 173). Dan keumuman firman Allah:  makanan sembelihan orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal pula bagi mereka. (Qs. Al-Maidah: 5). Letak perbedaannya adalah keumuman keduanya, salah satunya mengharamkannya sedangkan yang lain membolehkannya.
            Sedangkan orang yang menyembelih binatang tanpa menyebut nama Allah dan juga tidak menyebut nama selain Dia, ulama juga berbeda pendapat. Diriwayatkan bahwa Atha’, Mujahid dan Makhul membolehkannya. Sedang riwayat lain menyebutkan bahwa Ibnu Abbas, Ishaq dan Ahmad mengharamkannya. Dan jumhur (mayoritas) ulama sendiri membolehkan sembelihan binatang yang diharamkan dalam agama mereka, seperti orang Yahudi yang mengharamkan bagi mereka daging Unta dan semua binatang yang memiliki kuku, maka jika mereka menyembelihnya, kita boleh memakannya. Telah kita sebutkan sebelumnya Hadis Abdullah bin Mughaffal dan bagaimana dia mengambil kantong yang berisi lemak miliki orang Yahudi pada perang Khaibar. Lemak sendiri merupakan jenis makanan yang mereka haramkan bagi mereka sendiri dan Nabi Saw memperbolehkannya, beliau setuju perbuatan tersebut karena beliau hanya diam dan bahkan tersenyum melihat hal itu, sebagaimana dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw tertawa ketika mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata: Demi Allah saya tidak akan memberikannya pada siapa pun juga. Disebutkan pula dalam Hadis shahih bahwa seorang perempuan Yahudi memberi beliau daging kambing dan beliau memakannya, beliau tidak mengharamkan lemak dan juga yang lain selama hal itu haram bagi orang-orang Yahudi.

Allah berfirman: dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku; dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan di usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka. Dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar (Qs. Al-An’am: 146).

Kamis, 25 Juli 2013

UPETI (JIZYAH)



Saya pikir masalah ahli kitab secara keseluruhan banyak menyedot perhatian gerakan-gerakan Islam, khususnya di negara-negara yang berpenduduk mayoritass muslim, seperti Mesir. Saya juga berpikir bahwa tidak ada suatu keharusan bagi seorang muslim yang baik untuk menyibukkan diri mereka membahas masalah  ahli kitab, karena dia sendiri memiliki tugas yang tidak kalah pentingnya dalam rangka memperbaiki diri mereka sendiri, meningkatkan kemampuan dirinya, mengajak kaumnya, menyebarkan ilmu yang bermanfaat dan mendorong untuk berbuat baik. Tugas ini sebenarnya sudah cukup bagi mereka dan bisa dibilang sudah melebihi kemampuannya.
            Saya juga berpikir bahwa masalah-masalah yang terjadi di dunia Islam yang semakin hari semakin besar dan semakin bertambah rumit. Hal ini bukan disebabkan sedikit atau banyaknya ahli kitab sebagai warga negara, tapi masalah terbesar umat Islam adalah melencengnya umat Islam dari jalur Islam baik secara massif maupun perorangan, sehingga mereka berpecah belah, berbeda pendapat dan akhirnya menjadi lemah. Maka sekarang semestinya kita tidak bisa meninggalkan ini semua dan fokus pada ahli kitab. Lebih buruk dari itu kita menggantungkan kekalahan kita, kemunduran kita, dan terpecahnya kita di pundak ahli kitab. Tugas gerakan Islam sekarang adalah membangkitkan roh dunia Islam dari awal lagi setelah sempat tergelincir dalam kesalahan, ketika mereka meninggalkan kesibukan mereka dan kepentingan mereka dan memfokuskan diri pada segenggam urusan ahli kitab.
            Memang benar di sana ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan oleh sebagian ahli kitab. Di sana juga ada gesekan yang kadang berpengaruh dari waktu ke waktu dan di sana kadang ada propaganda, baik yang terselubung maupun yang diketahui oleh pemerintah dan mereka menutup mata untuk itu, sebab ada satu atau lain hal.
                        Di sana juga ada usaha dari sebagian pembuat onar untuk mempersiapkan negara-negara Barat yang beragama Kristen untuk menyerang atau menekan dunia Islam dengan alasan ada penindasan terhadap minoritas, bahkan di sana juga ada usaha mencaplok sebagian negara Islam seperti yang terjadi di Timor Timur yang masih menjadi bagian dari Indonesia. Sebagaimana juga yang terjadi sekarang di Sudan dan yang telah terjadi sebelumnya di Palestina. Tapi ini semua bukan bab tentang penyakit. Dan bukan merupakan sebab utama kemunduran, kelemahan, dan perpecahan umat Islam. Sekarang yang menjadi fokus kita untuk membangkitkan umat Islam dan membangkitkan era pencerahan mereka bukan dengan cara memfokuskan tenaga gerakan-gerekan Islam untuk persekongkolan yang bersumber dari sebagian ahli kitab (saya tidak mengatakan semuanya), tapi yang benar adalah kita memfokuskan diri untuk memperbaiki seba-sebab kemunduran kaum muslim yang tidak lain merupakan sebab yang muncul dari dalam diri kita sendiri sebagai umat Islam

Kamis, 18 Juli 2013

Membiarkan keyakinan ahli kitab



Allah berfirman: tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat (Qs. Al-Baqarah: 156). Al-Hafizh Ibnu Kasir menyebutkan penafsirannya: yakni, janganlah kalian memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, karena bukti-bukti kebenarannya sangat jelas dan terang. Seseorang tidak perlu memaksa siapa pun untuk memeluk agama Islam, seandainya Islam memerintahkan umatnya dengan perintah yang tegas untuk memaksa para ahli kitab, agar mereka meninggalkan agama dan keyakinan mereka dan masuk agama Islam, niscaya tidak akan ada seorang pun ahli kitab di negara Islam yang tetap memeluk agama dan keyakinannya. Sangat mudah sebenarnya memaksa kelompok minoritas ahli kitab untuk memeluk Islam sejak empat belas abad lamanya, dimana mereka hidup di bawah naungan kelompok mayoritas muslim, terutama pada masa awal Islam, ketika pemerintahan Islam sangat kuat dan sangat menakutkan. Tapi Allah menyuruh kita untuk membiarkan mereka tetap memeluk agama mereka dan tidak memaksa mereka untuk menggantinya, karena Allahlah yang akan meminta pertanggungjawaban mereka pada hari kaimat nanti.
            Sedangkan mengajak mereka pada jalan dan agama yang benar hukumnya boleh bahkan wajib bagi kita. Begitu pula mendebat mereka mengenai hal itu, tapi: janganlah kalian mendebat ahli kitab kecuali denga cara yang paling baik, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka (Qs. Al-Ankabût: 46). Apa yang diajarkan syariat kita ini tidak diketahui apalagi dilakukan oleh kelompok-kelompok ahli kitab terhadap sesama mereka sekalipun. Orang-orang Yahudi sendiri yang tidak mempercayai Isa As, tidak mau mengikutinya, menuduhnya dengan kebohongan dan dengan berbagai cara yang untuk menyebutkannya lisan kita tidak sanggup. Tidak hanya melakukan hal itu, mereka juga memaksa, menyiksa dan ingin membunuh serta menyalib Isa: mereka tidak membunuhnya, tidak menyalibnya tapi kami serupakan dia dengan salah seorang dari mereka. Mereka juga berusaha memaksa para pengikut Nabi Musa untuk meninggalkan agama mereka, bahkan sebagian kelompok orang-orang Kristen sendiri tidak berbuat sebaik yang kita lakukan terhadap mereka diantara sesama mereka. Belum hilang dari ingatan kita bagaimana penganut Kristen Ortodok Romawi menindas dan memaksa peganut Kristen Koptik Mesir sebelum Islam datang ke sana untuk membebaskan mereka, kami kira hal ini juga sebenarnya belum hilang dari ingatan mereka sendiri.

Selasa, 16 Juli 2013

WILAYAH PERANG.. WILAYAH AMAN (DARUL ISLAM) DAN KESALAHAN DALAM MENGKLASIFIKASIN AHLI KITAB


Sebagian orang zaman sekarang mengalami kebingungan dalam mengklasifikasikan ahli kitab yang ada sekarang ini, apakah mereka ahli zimmah, sebab nenek moyang mereka ahli zimmah? Atau mereka termasuk pihak yang boleh diperangi sebab perjanjian diantara mereka dan kaum muslim telah dilanggar? Atau mereka yang patuh, yang tidak memerangi kita, dan tidak menuduh agama kita yang termasuk ahli zimmah, sebab disamakan dengan para pendahulu mereka dan tidak ada peristiwa atau kejadian yang membuat mereka harus melanggar perjanjian mereka dengan suka rela, sedangkan orang yang memerangi kita dan menuduh agama kita yang termasuk pihak yang boleh kita perangi, sebab perbuatan mereka sama dengan orang yang melanggar janji.
Yang membingungkan juga adalah apa yang terjadi dalam masalah klasifikasi orang-orang kafir, apakah mereka termasuk pihak yang boleh diperangi karena tidak ada perjanjian diantara kita dan mereka atau mereka termasuk pihak yang memiliki perjanjian dengan kita. Kebingungan juga terjadi dalam menentukan identitas negara pada masa kita sekarang ini, apakah yang dimaksud dengan Islam sekarang adalah negara sebagaimana yang disebutkan para ahli fikih klasik yang cukup hanya rakyatnya saja yang beragama Islam (negara berpenduduk muslim), atau negara tersebut dikatakan negara kafir karena diatur oleh undang-undang dan hukum-hukum yang dibuat manusia, dan apakah negara yang berpenduduk non Islam termasuk negara kafir dan boleh diperangi atau negara kafir yang tidak boleh diperangi?
Dampak dari kebingungan ini sangat jelas sekali bagaimana cara berinteraksi terhadap masing-masing dari mereka, dan terhadap penduduk dari masing-masing wilayah ini. Sebenarnya, pembagian wilayah menjadi negara Islam, negara kafir, negara yang bisa diperangi dan negara yang terikat perjanjian merupakan istilah yang dikemukakan oleh para ahli fikih yang mana istilah tersebut terlontar ketika ada objeknya, dan istilah-istilah ini tidak muncul seketika, tapi ada dan muncul secara bertahap. Pada awal diutusnya Nabi Muhammad Saw dan selama beliau tinggal di Mekah, orang-orang terbagi menjadi orang mukmin dan orang kafir dan orang musyrik ahli kitab dan orang musyrik non ahli kitab. Ketika itu tidak ada negara Islam, yang ada hanya Mekah negara kafir, ketika Nabi Saw hijrah dan mendirikan negara Islam, maka muncullah negara Islam, ketika Nabi Saw. memerintahkan berperang dan membolehkan perjanjian damai, maka pihak yang berdamai tersebut disebut ahli ahd dan sulh (orang yang terikat janji damai) dan wilayah/negara mereka disebut wilayah damai. Sedangkan pihak yang tidak menandatangi perjanjian dan tidak berdamai, mereka memerangi umat Islam dan pasukan Islam memerangi mereka, maka mereka disebut ahli harb (pihak yang boleh diperangi) dan wilayah atau negara mereka disebut negara yang boleh diperangi. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas (dan ini diriwayatkan oleh Bukhari): orang-orang musyrik terbagi menjadi dua kelompok (sikap mereka terhadap Nabi Saw) orang-orang muyrik yang boleh diperangi, mereka memerangi Nabi dan Nabi memerangi mereka dan orang-orang musyrik yang memiliki perjanjian damai dengan Nabi, mereka tidak memerangi Nabi dan Nabi tidak memerangi mereka.
Ketika turun ayat jizyah (upeti): perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula beriman kepada hari akhir dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, mereka juga tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah) yaitu orang-orang yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (Qs. At-Taubah: 29).
Orang-orang ahli kitab yang berdamai dengan Rasulullah Saw dan mau membayar upeti menjadi ahli zimmah (keamanannya dijamin pemerintahan Islam), dan ayat tentang upeti ini turun pada tahun ke Sembilan dari hijrah Nabi yang mulia.

Senin, 15 Juli 2013

BERMURAH HATI DAN BERBUAT BAIK TIDAK BERARTI LOYALIS




Sebagaimana telah kami sampaikan bahwa sejarah hanya memuat peristiwa penindasan terencana yang lakukan oleh orang-orang Islam terhadap ahli kitab dalam beberapa fase sejarah tersebut, meski sebagian peristiwa itu dicatat hanya berbentuk pengaduan yang dialami orang-orang ahli kitab oleh sebagian kaum muslim, sebagaimana catatan pengaduan-pengaduan lainnya yang terjadi antara kaum muslim dengan sesama muslim atau dari ahli kitab dengan penganut agama lain atau dari ahli kitab terhadap umat Islam.
Sebaliknya, lembaran sejarah jadi buram ketika harus menyebutkan pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan pihak lain terhadap ahli kitab, yang berbeda madzhab, ras atau negara, sebagaimana tidak mencatat juga berbagai pembantaian yang dilakukan ahli kitab terhadap umat Islam. Sebab utama di balik tidak menyebutkannya ahli kitab terhadap penindasan terencana yang dilakukan umat Islam adalah, bahwa Islam berdasarkan sumber ajarannya yang abadi (Al-Quran dan Hadis) sangat melarang pengikutnya berbuat zalim, bahkan sebaliknya, menyuruh mereka berbuat baik.
 Allah berfirman: wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika dia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya, maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan (Qs. An-Nisa’: 135).
Allah juga berfirman: wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan (Qs. Al-Maidah: 8).
Dalam surat yang sama Allah juga berfirman: hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melanggar syi’ar-syi’ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang hadyu (binatang yang disembelih di tanah haram untuk mendekatkan diri kepada Allah), juga binatang-binatang yang sudah dikalungi sebagai hadyu, jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum karena mereka menghalan-halangi kalian dari masjidil haram, mendorong kalian berbuat aniaya terhadap mereka. Tolong-menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Qs. Al-Maidah: 2).
Dalam Hadis Qudsi Allah berfirman: wahai hamba-Ku, Aku mengharamkan berbuat zalim kepada-Ku dan Aku menjadikan itu juga haram terjadi diantara kalian, maka janganlah berbuat zalim.
Dalam Hadis yang valid disebutkan: takutlah kalian semua untuk berbuat zhallim.
Banyak sekali ayat dan Hadis yang menjelaskan tentang hal itu, dan kami kira apa yang telah kami sebutkan sudah cukup. Dari dalil tersebut sudah sangat jelas bahwa perintah berbuat adil dan larangan berbuat zalim atau aniaya tidak terbatas dalam interaksi antar sesama muslim, tapi itu bersifat umum dalam interaksi umat Islam terhadap siapa saja, baik dia muslim, dia ahli kitab atau orang lain yang masih musyrik. Islam tidak datang hanya untuk melarang berbuat zalim antar sesama muslim saja, tapi datang untuk melarang berbuat zalim secara umum, mutlak dan universal, sebagaimana menyuruh berbuat adil secara umum, mutlak dan universal juga, maka Islam melarang berbuat zalim sedikit maupun banyak baik terhadap hak-hak orang Islam atau hak-hak orang kafir, sebagaimana menyuruh berbuat adil kepada setiap orang dalam segala hal, baik dalam masalah yang kecil atau besar.
Allah berfirman: Dan janganlah kebencian kalian kepada suatu kaum karena mereka menghalan-halangi kalian dari masjidil haram, mendorong kalian berbuat aniaya terhadap mereka. Tolong-menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Qs. Al-Maidah: 2).
Ini merupakan bagian dari kesempurnaan Islam dan merupakan kebanggaan umat kita yang sangat besar, dalam masalah ini kita tidak seperti orang-orang Yahudi yang menganjurkan berbuat adil antar sesama dan melarang berbuat zalim antar sesama juga, tapi membolehkan hal itu terhadap umat yang lain. Allah berfirman: diantara ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kamu; dan diantara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu menagihnya. Yang demkian itu karena mereka mengatakan: tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (orang-orang Arab). Mereka berkata dusta kepada Allah, padahal mereka mengetahui (Qs. Ali Imran: 75).
Diantara kekufuran dan pembangkangan orang-orang Yahudi adalah ketika mereka mengatakan bahwa perbuatan zalim tersebut merupakan perintah Allah, ini kebohongan belaka, karena Allah tidak pernah menyuruh seseorang berbuat zalim dan tidak ridha dengan hal itu, tapi mereka malah seperti orang yang melakukan perbuatan keji kemudian mengatakan, sesungguhnya Allah memerintahkan hal itu, Allah berfirman: dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu dan Allah menyuruh kami mengerjakannya; katakanlah sesungguhnya Allah tidak menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji, mengapa kamu mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (Qs. Al-A’raf: 28).
Orang-orang Yahudi menjadi saksi keadilan kita umat Islam, mereka pernah mengatakan kepada bawahan Rasulullah Saw yang dikirim ke Khaibar setelah ada perjanjian damai dengan Rasulullah Saw sesudah mereka mengeluarkan upeti atas tanah mereka, mereka berkata di saat melihat bawahan Rasulullah menaksir buah-buahan mereka, mereka berkata: ini sungguh benar, dengan ini langit dan bumi akan tegak.
Dengan kebajikan seperti ini kita disuruh berinteraksi dengan semua manusia, kita dilarang oleh agama kita berbuat zalim terhadap ahli kitab atau memaksa hak mereka karena kekufurannya, memang kadang ada opini keliru dari sebagian kaum muslim yang tidak tahu fikih yang bisa menjaga mereka dari kesalahan, sehingga mereka memahami firman Allah Swt: hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Kristen sebagai pemimpin kalian, sebagian dari mereka adalah pemimpin dari sebagian yang lain, barang siapa diantara kalian yang mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim (Qs. Al-Maidah: 51).
Dan ayat-ayat lain yang sama yang melarang menjadikan mereka sebagai pemimpin diartikan boleh menganiaya mereka, ini sama sekali tidak benar.
Allah berfirman: Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Qs. Al-Mumtahanah: 8).
Al-Allâmah Ibnul Qayyim mengatakan: ketika di awal surat Allah melarang umat Islam menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan tidak memutuskan tali kasih sayang antara mereka, sebagian orang mengira bahwa berbuat baik dan bermurah hati kepada mereka termasuk memberikan kekuasaan dan kasih sayang terhadap mereka, lantas Allah menjelaskan bahwa hal itu tidak termasuk memberikan kekuasaan yang terlarang dan Allah tidak melarang hal itu. Bahkan itu termasuk kebaikan dan kemurahan hati yang disukai dan diridhai oleh Allah serta mewajibkan hal itu atas segala sesuatu, yang dilarang adalah memberikan kekuasaan kepada orang kafir dan lebbih menyayangi mereka. Kemudian Ibnul Qayyim mengatakan: ayat ini sangat jelas sekali menganjurkan berbuat baik dan berbuat adil kepada orang-orang kafir yang bersikap damai terhadap orang Islam dan tidak mengganggu mereka.
Berbuat adil dan berbuat baik kepada mereka merupakan perbuatan yang terpuji secara syariat, selama mereka tidak memerangi kita atau tidak membantu pihak yang memerangi kita, ini jika mereka masih tetap dalam kekufuran. Yang dilarang adalah menjadikan mereka sebagai pemimpin dan menolong mereka, maka yang seperti ini tidak boleh diberikan kepada orang non muslim, sedangkan berbuat adil dan berbuat baik bersifat umum bagi setiap anak Adam, bahkan bagi setiap makhluk, sebagaimana sabda Nabi Saw: sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu, jika kalian mau membunuh, maka bunuhlah dengan baik, jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan baik, tajamkan mata pisau kalian, maka sembelihan kalian akan tenang.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim menyebutkan Hadis dari Anas Ra: Rasulullah melarang menahan binatang terlebih dahulu sebelum dibunuh. Salah seorang ahli fikih memberi fatwa bahwa orang yang memiliki kendaraan berupa binatang tidak boleh membebani kendaraannya tersebut melebihi kemampuannya.
Jika ajaran dan anjuran Islam terhadap umat seperti ini, apakah layak ada yang mengakatan bahwa Islam datang untuk menindas ahli kitab? Bahkan syariat yang mulia melarang berdebat dengan mereka. Hanya berdebat saja tidak boleh kecuali dengan cara yang paling baik. Allah berfirman: dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim diantara mereka (Qs. Al-Ankabût: 46).
Tidak hanya menganjurkan berdebat dengan cara yang baik, tapi dengan cara yang paling baik. Kata ahsan (yang paling baik) secara bahasa adalah af’al tafdhil (kata kerja menunjukkan arti lebih) yang berarti: dengan cara yang terbaik dalam berkomentar dan berdebat.
Ini dalam berdebat dalam masalah agama dan keyakinan dan mereka dalam kekufuran dan posisi menentang, tidak ada yang dikecualikan dalam hal berdebat dengan cara yang terbaik kecuali orang yang berbuat zalim dan sengaja menentang kita. Bahkan golongan yang seperti ini pun dan yang sama dengan mereka, kita tidak boleh memusuhi mereka sampai melampaui batas dalam menghukum mereka. Allah sampai berfirman: dan balasan atas kejahatan adalah kejahatan yang sepadan (Qs. Asy-Syura: 40). Allah malah menganjurkan untuk memberi maaf dan berbuat toleran, Dia berfirman: dan orang yang memberi maaf dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Qs. Asy-Syura: 40).
Meski kita mau menghukum, kita tidak boleh menghukum orang yang tidak berbuat zalim, maka kita tidak boleh menghukum seorang ahli kitab atas perbuatan zalim yang dilakukan ahli kitab yang lain, berdasarkan firman Allah Swt.: dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (Qs. Al-An’am: 164).
Jika syariat agamanya seperti ini dan anjurannya mulia seperti itu, bagaimana sampai ada tuduhan bahwa agama ini telah menindas ahli kitab dan umat yang lain? Maha Suci Engkau (ya Allah), ini merupakan dusta yang sangat besar (Qs. An-Nur: 16).
Para intelektual secara umum, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim memastikan bahwa ajaran agama ini (Islam) dan hukum-hukumnya sama sekali tidak ada anjuran untuk menindas ahli kitab. Seandainya apa yang mereka katakan itu benar, niscaya tidak akan ada seorang pun dari ahli kitab yang tersisa di daerah muslim. Sudah dimaklumi bahwa sejak zaman Nabi sampai akhir-akhir ini, umat Islam tetap terhormat, tetap jaya dengan bantuan umat dan kerajaan yang lain, dan agama ini sama sekali tidak takut terhadap umat manapun juga, bahkan justeru raja-raja Romawi dan raja-raja lainnya yang gemetaran takut terhadap umat Islam, dimaklumi pula bahwa umat inilah yang paling kuat memegang syariat, hukum dan ajaran agamanya, mereka biasa mengarungi kesulitan dan tetap patuh pada pemimpinnya, mereka menyerahkan jiwa dan semua yang berharga demi mengikuti hukum-hukum Allah.
Andai saja diantara ajaran syariatnya ada anjuran untuk menindas ahli kitab, maka sebenarnya tidak ada halangan sama sekali untuk menghancurkan mereka sehancur-hancurnya sampai tidak bisa bangkit kembali, paling tidak di daerah yang sudah dikuasai orang Islam, yang waktu itu telah menguasai daerah mulai tembok Cina di bagian timur sampai ke pesisir samudera Anlantik di barat, daerah-daerah pertengahan Eropa tepatnya Andalusia dan Turki di Utara dan daerah-daerah pertengahan Afrika di selatan, ketika itu tidak ada yang menghalangi sama sekali jika mereka mau membantai mereka semua, lebih-lebih mereka hanya rakyat biasa dan pihak yang meminta jaminan keamanan yang tidak memiliki daya dan kekuatan diantara samudera umat muslim yang memiliki kekuatan tak tertandingi. Tidak, demi Allah tidak ada yang bisa mencegah mereka kecuali Al-Quran dan Sunnah Nabi, perintah keduanya untuk berbuat adil dan berbuat baik, dan larangan keduanya yang melarang berbuat zalim dan semena-mena, tidak seperti yang dikatakan para pembohong bahwa keduanya (Al-Quran dan Sunnah) menganjurkan yang sebaliknya. Jika ada orang yang mengatakan itu, maka kami tantang dia untuk menunjukkan satu huruf saja dalam Al-Quran atau Hadis Rasulullah Saw yang membolehkan menzalimi orang ahli kitab atau penganut agama lainnya, dalam syariat kita tidak ada rahasia-rahasia yang disembunyikan, inilah Al-Quran kita yang dibaca pagi dan sore dan ini Sunnah Nabi kita yang selalu dihafal dan diketahui, kita menunggu mereka sampai kapanpun mereka mau, untuk mencari satu huruf saja yang melandasi tuduhan mereka, kita menantang mereka untuk menemukan hal itu. Maka jika kalian tidak bisa membuatnya dan pasti kalian tidak dapat membuatnya, maka peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (Qs. Al-Baqarah: 24).