Rabu, 16 Oktober 2013

Jihad ala Jamaah Islamiyah



Penulis buku ini memaparkan faktor-faktor penghalang tersebut secara umum. Di antaranya ada yang menjadi penghalang khusus peperangan pada masa 1990-an, ada juga faktor penghalang umum. Penulis juga menegaskan bahwa teks dan redaksi fatwa-fatwa ulama yang pernah ditetapkan dulu, belum tentu sesuai dan cocok dengan kondisi dan realitas yang kita jalani sekarang. Sekarang kita bicara tentang pertempuran antara sekelompok pemuda Muslim dengan para prajurit dan kepolisian negara. Tentu saja kita tidak mengatakan mereka sebagai kafir. Artinya, meski bersandar pada fatwa tersebut bukan berarti kita mengkafirkan kepolisian negara.
Kita tahu bahwa Jamaah Islamiyah di Mesir tidak bersentuhan dengan urusan kafir-mengkafirkan. Mereka tidak mengkafirkan kepolisian negara, baik sebelum atau sesudah pertempuran yang mereka lakukan. Hal itu sudah terang benderang. Nah, di antara faktor penghalang tersebut adalah sebagai berikut:
1.                  Jika kita sudah yakin bahwa jihad itu tidak akan mengantarkan kita pada tujuan yang diinginkan.
Penulis buku menjelaskan bahwa jihad tidak disyariatkan untuk jihad itu sendiri. Ia tidak diperintahkan untuk menumpahkan darah, menghilangkan nyawa, atau membunuh orang lain. Tidak. Jihad dimaksudkan untuk hal lain, untuk meningggikan agama dan menghapus kejahatan. Ibnu Abidin berkata, “Jihad tidak dilakukan kecuali untuk persoalan keimanan dan menegakkan shalat. Jihad menjadi sesuatu yang baik untuk hal lain.” Masih terkait dengan tujuan jihad, ia melanjutkan, “Tujuannya adalah membersihkan dunia dari kerusakan.” Ibnu Daqiq al-Id berkata, “Pada awalnya, tidak dibenarkan sama sekali untuk menghilangan nyawa. Hal itu diperbolehkan ketika dimaksudkan untuk menghindari kemudharatan.” Ibnu Taimiyah setuju dengan pendapat ini. Ia menambahkan, “Apabila jihad diyakini tidak akan mampu mendatangkan kemaslahatan yang diinginkan, maka ia tidak lagi diwajibkan. Syariat tidak lagi menganjurkannya.”
Penulis menutup pembicaraan ini dengan mengutip pendapat yang sangat  baik dari Imam Syathibi. “Jika hukum-hukum syariat dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia, maka sebenarnya itu adalah tujuan utama dari pembuat syariat (Allah). Apabila semuanya berjalan sesuai dengan koridor syariat, maka tidak ada persoalan. Tetapi jika ternyata hal itu bertentangan dengan maslahah, meski secara zahir itu bisa dibenarkan, maka hal itu tidak boleh dilakukan. Karena perintah-perintah syariat tidak dimaksudkan untuk dirinya sendiri, melainkan ditujukan untuk hal-hal lain, yaitu kemaslahatan. Artinya, jika sebuah peperangan ditujukan untuk mendatangkan kemaslahatan dan manfaat, maka ketika sebuah peperangan sudah jelas tidak berpihak pada kemaslahatan tersebut harus segera dihentikan. Agar tidak banyak darah kaum muslimin yang terbuang. Meski sebagian dari mereka adalah orang-orang yang zalim dan otoriter.
2.                  Ketika sebuah peperangan bertentangan dengan petunjuk moralitas.
Sudah kita ketahui bersama bahwa turunnya para utusan dan kitab-kitab suci dimaksudkan untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami mengutus kamu (Muhammad) sebagai saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan.” Misi ini diwariskan kepada setiap umat oleh nabi-nabi mereka. Misi memberikan petunjuk akhlak. Ini adalah tujuan utama gerakan Islam pasca-Rasulullah Saw, karena hal itu yang akan mengantarkan manusia untuk beribadah kepada Allah. Peperangan itu sendiri dianjurkan untuk kepentingan dakwah; menjaganya dari para perusak; membuka jalan lapang untuk dilalui; membongkar kekuatan jahiliyah yang menjadi penghalang dakwah bagi sekalian manusia. Disebutkan di dalam sebuah Hadis bahwa Rasulullah Saw memerintahkan para panglima perang untuk mengedepankan dakwah daripada perang. Para ahli fikih sepakat bahwa perang tidak boleh dilakukan atas mereka yang tidak menerima dakwah sebelumnya. Semua ini menunjukkan bahwa hidayah adalah tujuan utama dan mulia, bahwa dakwah dan tabligh lebih diutamakan daripada perang dan permusuhan. Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh, keislaman seseorang lebih aku senangi daripada membunuh seribu orang kafir.” Apabila jihad dan dakwah sama-sama membuka jalan kepada hidayah, maka tidak diragukan lagi bahwa dakwah harus lebih dikedepankan dalam konteks ini. Dan itu sudah cukup.

Kamis, 10 Oktober 2013

Gerakan Gerakan Islam



Oleh karena itu, kami ingin agar para pemuda dalam gerakan-gerakan Islam menyadari bahaya peperangan yang sangat beragam ini dan menghadapinya dengan cara yang tepat. Perang ini mengharuskan kita meletakkan semua hal pada tempatnya, sesuai dengan porsi dan prioritasnya masing-masing.
1.                  Amerika dan Barat. Orang-orang Barat telah menentukan musuh mereka dalam bentuk gerakan-gerakan Islam. Oleh karena itu, mereka menekan para petinggi dan penguasa di kawasan Arab agar bersikap tegas kepada gerakan-gerakan Islam, dengan janji akan memberikan bantuan kepada mereka. Di sini, penulis buku ini mengungkap tujuan sebenarnya dari Amerika dan Barat. Menurut mereka, “Sebenarnya, upaya Barat untuk menghentikan gerakan-gerakan Islam dan upaya mengobarkan perang melawan gerakan itu tidak dimaksudkan untuk kebaikan, kemajuan dan stabilitas negara tersebut. Di dalamnya terdapat tujuan-tujuan lain yang semuanya tidak mengarah kepada kepentingan bangsa kita, tidak berpihak pada hak-hak kita yang terkekang. Mereka tidak akan menerima jika Mesir memegang kendali utama di negara kawasan. Mereka berusaha menghancurkan peran itu dengan cara mengembangkan persoalan-persoalan internal. Di sinilah kepentingan Israel bertemu dengan kepentingan Barat: mereka membiarkan peperangan terus terjadi, lalu ketika Mesir tidak lagi memainkan peran, mereka akan masuk membawa keinginan dan kepentingan mereka sendiri.”
Oleh karena itu, penulis buku ini mengajak kaum muda Muslim untuk senantiasa meningkatkan kesadaran, responsibilitas dan kesatuan untuk kebaikan negara (Mesir), menyingkirkan pihak-pihak lain yang berusaha merebutnya.
2.                  Orang-orang sekuler. Kelompok ini sedikit, tetapi suara mereka nyaring terdengar. Mereka tidak tahu menahu soal kemaslahatan bangsa dan hak-hak persaudaran. Yang menjadi fokus mereka adalah kepentingan mereka sendiri, meski harus mengorbankan kepentingan negara dan bangsa. Mereka berusaha menekan gerakan-gerakan Islam dan terus menerus menyuarakan perang terhadap gerakan tersebut. Mereka melakukannya dengan segala cara. Penulis buku ini juga berhasil menguak tujuan utama kelompok ini. Mereka tidak memperjuangkan kemaslahatan negara. Mereka hanya ingin agar kedua pihak saling berselisih dan bertentangan: pemerintah dan gerakan-gerakan Islam. Dengan begitu, keduanya akan lemah dan pintu akan terbuka bagi mereka untuk berkuasa, lalu menyingkirkan pihak-pihak yang berseberangan dengan mereka.  
Sebenarnya, penguasaan dan intervensi kelompok ini terhadap beberapa media memiliki dampak yang serius dalam menekan, menghentikan atau mengobarkan segala bentuk penentangan dan perseteruan. Semua telah ada batas-batasnya. Kita masih ingat bagaimana mereka berusaha, dan berhasil, menghalangi langkah para ulama untuk menghentikan pertumpahan darah dan menghentikan perseteruan. Mereka menuduh negara telah gagal menghadapi para teroris. Hal itu membuat menteri dalam negeri pada saat itu dipecat. Mereka menolak mediasi, berusaha melanjutkan peperangan dan pertumpahan darah, dan pada akhirnya menghabiskan kekayaan negara. Maka dari itu, janganlah kita kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya. Kita harus bersatu dan bekerjasama untuk menghadapi mereka dan menegakkan agama kita

Senin, 30 September 2013

Gambaran Realistis



Setiap persoalan harus ditinjau dari sisi kemaslahatan syariat, baik pada saat ia direncanakan ataupun ketika dilakukan evaluasi terhadapnya. Pertimbangan kemaslahatan ini berada di posisi penting dalam mengarahkan jihad, sebagaimana petunjuk dari para intelektual dan aturan-aturan syariat, atau petunjuk dari para pakar Muslim. Sebagaimana jihad juga harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat. Akan sangat berbahaya jika hukum dilaksanakan jauh dari ranah ini. Sama halnya dengan melaksanakan hukum atau menetapkan fatwa yang jauh dari visi yang realistis. Realitas dianggap sebagai sentral utama dalam penetapan fatwa. Hukum dan fatwa apa pun harus mempertimbangkan dua hal sebagai standarnya:
1.                  Realitas dan hal-hal yang mengitarinya.
2.                  Dalil-dalil syariat yang ada dalam Al-Quran dan Hadis, termasuk referensi hukum lainnya.
Penulis buku ini sangat menyadari bahwa ada banyak pihak yang berusaha untuk menjadikan peristiwa-peristiwa tertentu demi kepentingan mereka sendiri. Terkadang, hal itu bertentangan dengan kemaslahatan besar bangsa. Mereka berupaya melakukan itu dengan cara mengobarkan perselisihan dan menimbulkan gejolak, agar api semakin membesar.

Senin, 23 September 2013

meminimalisir kemudharatan



Kedua, maslahah itu harus benar-benar diperlukan. Jika maslahah itu hanya sekadar kondisional dan perwajahan, ia tidak bisa dijadikan landasan hukum.
Ketiga, maslahah harus umum dan universal menyangkut masyarakat banyak, atau mayoritas dari mereka. Bukan sekadar kemaslahatan kelompok atau segelintir orang saja. Selanjutnya, pembahasan bergerak pada tataran hukum Islam yang menyatakan bahwa syariat Islam—seperti dijelaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah—diturunkan untuk mencapai dan menyempurnakan kemaslahatan bersama, meminimalisir kemudharatan. Syariat mengarahkan untuk memiliki kebaikan yang lebih baik di antara dua kebaikan dan menghindari kemudharatan yang lebih buruk di antara dua kemudharatan. Dengan demikian, tidaklah mungkin tujuan syariat bertentangan dengan kemaslahatan agama dan kemaslahatan duniawi. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Syathibi dalam kitabnya berjudul al-Muwafaqat: “Jika secara eksplisit upaya amar makruf bertentangan dengan kemaslahatan, maka perbuatan itu tidak bisa dibenarkan. Sebab perintah syariat tidak bertujuan untuk dirinya sendiri, melainkan memiliki maksud yang lain, yaitu kemaslahatan.”
Secara singkat, pembahasan dalam bab ini bisa dirangkum sebagai berikut:
1.                  Keharusan mempertimbangkan kemaslahatan dalam perbuatan dan tindakan orang Muslim dan gerakan Islam.
2.                  Maslahan yang disyariatkan adalah kemaslahatan universal yang memang tidak bisa tidak harus dilakukan.
3.                  Syariat menganjurkan untuk memilih kemaslahatan yang lebih besar dan menghindari kemudharatan yang lebih buruk.
4.                  Jika amar makruf nahi munkar menyebabkan terjadinya kemudharatan yang lebih besar, maka hal itu tidak boleh dilakukan.
5.                  Menghindari sesuatu yang buruk lebih dikedepankan daripada mendatangkan kemaslahatan tertentu.
Sekarang, kita akan meletakkan kaidah-kaidah di atas dalam peristiwa-peristiwa pembunuhan yang bertentangan dengan kaidah tersebut. Hal yang menyebabkan Jamaah Islamiyah melakukan evaluasi berdasar pada tujuan utama syariat dalam konteks ini. Penulis buku ini bertanya-tanya: kenapa peristiwa ini harus terjadi? Kenapa harus ada pertumpahan darah? Kenapa harus ada kekuatan-kekuatan yang menjadi korban? Kenapa harus ada perang? Kenapa harus ada nyawa melayang di antara gerakan-gerakan Islam dan kekuatan negara? Mungkin akan ada orang berkata: Apakah kamu tidak melihat apa yang terjadi pada kita? Apakah kalian tidak mendengar berita penangkapan dan penculikan brutal yang terjadi pada kami? Apakah kalian tidak mendengar penyiksaan kasar yang menimbulkan bekas abadi dalam tubuh pemuda-pemuda kami? Apakah kalian tidak melihat bagaimana masjid dan rumah-rumah kami dirobohkan? Apakah kalian tidak mendengar tentang pelecehan terhadap perempuan dan anak-anak kami? Apakah kalian tidak mendengar berita pencekalan terhadap gerakan dakwah dan larangan untuk memberikan pidato? Tidakkah kalian tahu bahwa peristiwa-peristiwa inilah yang menyebabkan kami mengangkat senjata untuk mempertahankan diri dan menjaga gerakan dakwah kami?