Minggu, 15 September 2013

Kemaslahatan dan Kemudharatan



Buku ini menjelaskan bahwa kesepakatan damai dibuat bukan untuk merendahkan nilai perjuangan agama dan syariat Islam atau menukarnya dengan nilai duniawi yang murahan. Tidak sama sekali terpikirkan. Melainkan karena peperangan sudah tidak lagi berjalan dalam koridor syariat disebabkan kemudharatan yang ditimbulkan. Buku ini juga mengurai kesulitan-kesulitan yang pernah dialami oleh para pembesar Jamaah, mulai dari wacana-wacana yang memojokkan hingga dakwaan yang tak berdasar. Yang paling parah adalah keraguan para pembesar Jamaah yang berada di luar Mesir yang tidak meyakini bahwa kesepakatan damai itu adalah keputusan internal dari kalangan Jamaah Islamiyah. Semua itu diperparah oleh sulitnya komunikasi yang mereka alami, antara penjara dengan dunia di luar penjara. Sulit untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi yang utuh.
Kesulitan lain yang memperkeruh suasana adalah peristiwa Luxor (penyerangan dan pelencehan terhadap kaum perempuan dan anak-anak) tidak lama setelah mereka menetapkan kesepakatan damai. Meski Jamaah Islamiyah bisa mengendallikan suasana, tetapi tekanan itu terus terjadi, menggerogoti jiwa-jiwa dalam gerakan, melalui peristiwa yang dianggap tidak biasa tersebut. Namun, pada akhirnya, muncul dukungan dari para anggota Jamaah di luar negeri, secara pribadi maupun organisasi. Hingga pada akhirnya, kesepakatan damai itu didukung sepenuhnya oleh lembaga, dalam keterangan yang dikeluarkan pada 28 Maret 1999. Sejak itu, semua gerakan perang dihentikan dan wacana-wacana yang memojokkan mulai sirna. Jalan keluar terkait dengan para tahanan mulai tampak terang. Begitulah kedua penulis buku ini menulis.
Pemikiran selanjutnya mengarah kepada bagaimana membangun masa depan yang lebih cerah dan lebih terarah. Terkait wacana-wacana yang memojokkan Jamaah, penulis buku ini mengatakan bahwa hal itu hari demi hari mulai sirna. Mulai bermunculan dukungan atas kejujuran dan keteguhan Jamaah dalam memenuhi janji mereka, meskipun masih ada tekanan-tekanan yang menyertainya. Selanjutnya, penulis memaparkan dalil-dalil dan pemahaman yang benar seputar kesepakatan damai dalam bab-bab berikutnya.

Bab Pertama
Kemaslahatan dan Kemudharatan
Penulis berusaha menjelaskan dasar-dasar syariat yang menganjurkan bagaimana kemaslahatan agama dan dunia bisa diraih, sekaligus menghindari kemudharatan dan kerusakan. Mereka berdua menjelaskan esensi dari maslahah—yang oleh Imam Ghazali dalam bukunya berjudul al-Mustashfa disebut sebagai “sesuatu yang menjaga tujuan peletak syariat (Allah)”. Tujuan ini, dalam konteks manusia, diejawantahkan dalam upaya konkret menjaga lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Menurut penulis buku ini, orang yang kehilangan salah satu dari lima hal tersebut berada dalam kondisi yang buruk.
Upaya menghindari kondisi buruk ini, dalam pandangan syariat, merupakan sebuah kemaslahatan. Kita tahu, syariat Islam datang untuk menciptakan dan menyempurnakan kemaslahatan dan kebaikan, meminimalisir kejahatan dan keburukan. Syariat menganjurkan kita memilih yang paling baik di antara dua hal yang baik, menghindari hal yang paling buruk dari dua hal yang sama-sama buruk, meraih maslahah yang lebih besar jika memungkinkan, dan menghindari kejahatan yang lebih besar jika harus terjadi. Hal ini didukung sepenuhnya oleh maqashid (tujuan-tujuan) syariat, berdasar dalil-dalil teks dan nalar-nalar logis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar